Indonesia terus berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencapai target Net Zero Emissions 2060, dimana salah satunya dari sektor energi melalui pengembangan energi terbarukan, implementasi konservasi energi, maupun penerapan teknologi bersih. Salah satu upaya yang ditempuh dalam penerapan teknologi bersih adalah pengembangan dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage dan Carbon Capture Utilisation and Storage (CCS/CCUS). Dalam rangka mencapai target tersebut, BPSDM ESDM pada Kamis (29/8) bertempat di Hotel Park Hyatt menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Towards Net Zero Emissions : Indonesian Project Development of CCS and CCUS”. FGD ini turut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Direktur Hulu Migas, Deputy Director General CCS Project Department JOGMEC, Direktur Utama PT. Pertamina EP Cepu, serta para stakeholder bidang energi.
Dalam sambutannya, Kepala BPSDM ESDM Prahoro Nurtjahyo menyampaikan bahwa isu perubahan iklim menjadi salah satu tantangan global yang memerlukan perhatian dan aksi nyata dari berbagai pihak. “Indonesia, sebagai negara yang berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam mengelola sumber daya energi dan lingkungan. Dalam konteks inilah, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage menjadi sangat relevan untuk kita diskusikan dan implementasikan” jelas Prahoro.
Kementerian ESDM menargetkan mayoritas dari 15 proyek penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture storage (CCS) dan carbon capture utilization and storage (CCUS) akan beroperasi mulai tahun 2030. ”Potensi penyimpanan CCS di Indonesia sebesar 577,62 Giga Ton yang terdiri atas Depleted Oil & Gas sebesar 4,85 Giga Ton dan Saline Aquifer sebesar 572,77 Giga Ton sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi penyimpanan karbon terbesar di dunia” lanjut Prahoro.
CCS dan CCUS merupakan teknologi penagkapan emisi karbon dioksida (CO2) dari proses industri dan pembangkit listrik, sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Perbedaan duantara keduanya adalah dimana CCS karbon dioksida yang tertangkap kemudian ditransport dan disimpan di bawah permukaan, untuk proses CCUS sudah termasuk penggunaan (utilization) dari karbon tersebut untuk berbagai tujuan.
Teknologi CCS dan CCUS memungkinkan penggunaan bahan bakar fosil dengan emisi yang lebih rendah, sehingga dapat mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon tanpa mengorbankan keamanan energi. Ini penting untuk negara-negara yang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Implementasi teknologi CCS dan CCUS di Indonesia memiliki tantangan tersendiri, antara lain perlunya investasi yang signifikan, regulasi yang mendukung pengembangan dan penerapan teknologi ini serta adanya adopsi teknologi canggih tersebut memerlukan penyesuaian SDM dan peralatan eksisting.
FGD Towards Net Zero Emissions : Indonesian Project Development of CCS and CCUS ini merupakan rangkaian acara menuju acara akbar Human Capital Summit ke-2 tahun 2025. Pada kegiatan dimaksud akan ada beberapa hal yang menjadi pokok pembahasan, antara lain transformasi Green Collar Workforce, Green Job di sektor energi, identifikasi kebutuhan SDM untuk mendukung transisi energi di Indonesia, serta penandatanganan komitmen kolaborasi dan sinkronisasi dalam rangka percepatan transformasi Green Collar Workforce di Indonesia.
ITC