
Di tengah kencangnya arus transisi energi global, Indonesia kian memposisikan Hidrogen Hijau sebagai salah satu pilar pilar penting masa depan energi bersih di negeri ini. Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) bekerja sama dengan Renewable Energy Skill Development (RESD) menyelenggarakan webinar bertajuk “Green Hydrogen and the Future of Indonesia’s Clean Energy Workforce” pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Pengembangan SDM ESDM yang diwakili oleh Kepala PPSDM KEBTKE. Dalam sambutannya, disampaikan bahwa hidrogen hijau kini menjadi salah satu pilar utama dalam agenda transisi energi global. Selain sebagai sumber energi bersih, hidrogen hijau juga berperan penting dalam mendekarbonisasi sektor industri berat seperti baja, semen, transportasi, hingga penerbangan dan pelayaran.

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri hidrogen hijau, didukung oleh sumber daya energi terbarukan seperti surya, air, angin, dan panas bumi. Pemerintah pun telah menunjukkan komitmen kuat melalui berbagai kebijakan, termasuk Peta Jalan Hidrogen dan Amonia 2025 yang menargetkan permintaan hidrogen nasional mencapai 9,9 juta ton per tahun pada 2060. Langkah nyata telah dimulai, termasuk pembangunan 21 Green Hydrogen Plant (GHP) oleh PT PLN serta proyek percontohan hidrogen hijau Ulubelu yang digagas oleh PT Pertamina Geothermal Energy.
Kendati demikian, Kepala PPSDM KEBTKE A. Susetyo Edi Prabowo mengingatkan bahwa keberhasilan ekosistem hidrogen hijau tidak hanya bertumpu pada kesiapan teknologi dan ketersediaan dana semata, melainkan juga bergantung pada kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM). Beliau menegaskan, “Tanpa SDM yang ahli di bidang elektrolisis, keselamatan hidrogen, kebijakan energi, hingga manajemen proyek pembiayaan, ekosistem hidrogen hijau tidak akan tumbuh optimal,”.

Sesi webinar semakin menarik dengan hadirnya Dhiah Karsiwulan, Project Finance Manager dari HDF Energy, yang memaparkan secara mendalam dinamika ekonomi hidrogen global dan nasional. Dhiah menjelaskan bahwa investasi hidrogen di seluruh dunia terus meningkat signifikan, dengan Eropa memimpin hingga 29% dari total investasi global. Namun, negara berkembang masih dihadapkan pada tantangan biaya modal yang tinggi, ketidakpastian pasar, serta keterbatasan infrastruktur.
HDF Energy, sebagai perusahaan global yang berfokus pada infrastruktur hidrogen, turut menunjukkan peran aktifnya di Indonesia melalui berbagai kemitraan strategis. Kerja sama dijalin dengan PT PLN, PT PLN Nusantara Power, BBSP EBTKE, hingga Kementerian Perhubungan, yang bertujuan mendorong pemanfaatan hidrogen di sektor kelistrikan dan maritim. HDF memperkenalkan teknologi andalannya, Renewstable®, yang mampu menghasilkan listrik bersih berbasis hidrogen dengan efisiensi tinggi dan bebas emisi karbon.
Dari sisi tenaga kerja, Dhiah menekankan pentingnya kesiapan SDM dalam seluruh rantai nilai hidrogen—mulai dari produksi, penyimpanan, transportasi, hingga aplikasi industri. Pengembangan sektor ini diproyeksikan menciptakan 300.000 lapangan kerja di Indonesia pada tahun 2060, dengan keterampilan yang dibutuhkan mencakup electrolysis engineering, fuel cell operation, keselamatan kerja, serta analisis kebijakan energi.

Kolaborasi antara PPSDM KEBTKE dan RESD ini merupakan upaya konkret untuk meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai peran strategis Hidrogen Hijau dalam mencapai target Net Zero Emission 2060. Kegiatan ini sekaligus menegaskan komitmen pemerintah untuk mencetak tenaga kerja hijau (green workforce) yang berdaya saing global. Sebagai lembaga pengembang kompetensi di sektor energi dan sumber daya mineral, PPSDM KEBTKE berharap webinar ini dapat membuka wawasan baru bagi peserta mengenai peluang masa depan hidrogen hijau, sekaligus menjadi langkah nyata dalam membangun generasi tenaga kerja energi bersih Indonesia yang unggul, adaptif, dan siap bersaing di kancah global.