Jakarta, 19 Februari 2025 – Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (PPSDM Ketenagalistrikan EBTKE) kembali menggelar pelatihan dan sertifikasi Pengawas Operasional Pertama (POP) Panas Bumi. Kegiatan ini berlangsung secara daring pada 17–21 Februari 2025 dan diikuti oleh 35 peserta dari berbagai sektor industri panas bumi.
Pelatihan ini secara resmi dibuka oleh Elin Lindiasari. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa sejak tahun 2001, PPSDM Ketenagalistrikan EBTKE terus berkomitmen dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang energi terbarukan, termasuk panas bumi. Program pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi peserta dalam pengawasan operasional guna mendukung pengembangan energi bersih dan berkelanjutan di Indonesia.
Sebagai bagian dari proses seleksi dan penilaian kompetensi, peserta diwajibkan menyerahkan portofolio sebelum mengikuti pelatihan. Selain pembekalan materi, peserta juga menjalani ujian sertifikasi. Peserta yang dinyatakan kompeten akan memperoleh sertifikat sebagai Pengawas Operasional Pertama di industri panas bumi.
Aperta Ledy Alam, S.T., M.T., yang membawakan berbagai materi penting, antara lain: Regulasi terkait panas bumi, Tugas dan tanggung jawab pengawas operasional terhadap K3LL (Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lindungan Lingkungan), Penyusunan dan penerapan rencana kerja K3 dan LL, Teknik komunikasi efektif, Inspeksi dan penilaian risiko, Investigasi kecelakaan panas bumi, Implementasi Sistem Manajemen K3 (SMK3) panas bumi.
Dalam sesi investigasi kecelakaan, Aperta menyoroti pentingnya memahami rasio kecelakaan. Ia menjelaskan bahwa dalam setiap satu kecelakaan fatal, biasanya terdapat 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 insiden yang menyebabkan kerusakan aset, serta 600 insiden hampir celaka (near miss). Oleh karena itu, tindakan preventif menjadi hal yang krusial.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa setiap kecelakaan pasti memiliki gejala atau tanda-tanda awal. Pengawas operasional harus memahami perbedaan antara penyebab langsung dan penyebab dasar kecelakaan, serta bagaimana melakukan perbaikan baik secara sementara maupun permanen.
Tanggung Jawab Pengawas dan Investigasi Kecelakaan
Pengawas operasional memiliki peran penting dalam investigasi kecelakaan, di antaranya:
Tidak mengubah kondisi lokasi kecelakaan sebelum penyelidikan selesai, kecuali untuk pertolongan pertama, Mengumpulkan fakta dan informasi yang relevan,
Melakukan analisis penyebab kecelakaan, Mengambil tindakan perbaikan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kecelakaan kerja dalam industri panas bumi dikategorikan berdasarkan tingkat cedera: Cedera ringan: Mengakibatkan pekerja tidak bisa bekerja selama 1 hari hingga kurang dari 3 minggu. Cedera berat: Pekerja tidak dapat bekerja lebih dari 3 minggu atau mengalami cacat tetap. Cedera fatal: Mengakibatkan kematian dalam waktu 24 jam setelah kejadian. Dampak Ekonomi dan Penanggulangan Kecelakaan
Aperta juga membahas biaya yang timbul akibat kecelakaan kerja, yang dibagi menjadi:
Biaya langsung: Termasuk biaya pengobatan dan kompensasi pekerja yang cedera. Biaya tidak langsung: Kerugian akibat terganggunya operasional, perbaikan alat, dan dampak psikologis bagi pekerja lainnya.
Sebagai penutup, pelatihan ini juga menekankan pentingnya respons cepat terhadap keadaan darurat, mulai dari pengendalian di lokasi kejadian, pertolongan pertama, hingga investigasi menyeluruh untuk mencegah kecelakaan serupa di masa depan.
Dengan terselenggaranya pelatihan ini, PPSDM Ketenagalistrikan EBTKE berharap dapat mencetak lebih banyak tenaga ahli yang kompeten dalam mengelola industri panas bumi yang aman, efisien, dan berkelanjutan.